Selasa, 23 Desember 2014

KAMULAH SAHABAT SEJATIKU, SULAIMAN!


Menurutku sahabat adalah seseorang yang lebih dari sekedar teman. Sahabat juga bisa diartikan sebuah bayangan, selalu ada kemana pun kita melangkah. Sahabat yang baik adalah sahabat yang berani membetulkan  kita ketika kita berbuat kesalahan sehingga kita tidak hanyut dalam kesalahan dan dosa. Seorang sahabat yang baik juga harus mampu menurukan egonya disaat sahabat-sahabatnya yang lain keras kepala. Dari semua ciri sahabat yang baik, ada satu yang mewakili semuanya, yaitu apabila kita didekatnya maka hati kita terasa tentram dan aman. Itulah yang aku temukan didiri Sulaiman. Sulaiman mampu menjadi penentram sekaligus tembok yang mampu menjaga rasa aman. Sekaligus menjadi orang yang mampu menghibur ku, mengajari disaat aku kesusahan, dan membantu disaat aku merasa kebingungan. Sulaiman sangat ramah terhadap semua orang, baik yang tidak dikenalnya maupun yang sudah akrab dengannya. Nada bicaranya yang tinggi seolah-seolah membuat ia terlihat marah, padahal tidak sama sekali. Dalam beberapa mata pelajaran kami juga sangat kompak, baik itu sebagai rekan kerja sebangku, maupun tim/kelompok. Berita bahwa ia akan pindah sekolah membuat ku merasa tak percaya.  Dia berencana pindah sekolah ke luar Kalimantan. Katanya sih ke Papua, entah itu benar-benar di Papua atau malah Papua bohongan.

Kabar kepergiannya itu berawal ketika pergantian jam pelajaran di kelas. Aku duduk bersebelahan dengannya, tepat didepan meja guru. Dan 2 orang yang duduk dibelakang kami namanya Ditya Anggraini dan Lidya Nanda Lestari. Seperti biasa kami selalu mengobrol sebelum bapak/ibu guru datang. Tetapi hari itu Sulaiman hanya duduk diam di bangkunya. Sikap Sulaiman yang aneh, membuat aku penasaran dan terus bertanya-tanya “Apa yang terjadi dengannya?” “Apakah ada yang salah dengan sikap saya kepadanya?” Pertanyaan itu terus berputar di kepala ku. Ingin rasanya aku menanyakan pertanyaan itu langsung ke Sulaiman, akan tetapi kebiasaan dia kalau ditanya selalu menjawab “Yaa, tidak apa2”. Jadi aku lebih memilih diam. Saat sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba Sulaiman mencolek tangan ku. Sontak membuat ku terkejut
Saya             : “Apa Lai?” (begitulah panggilan ku kepadanya)
Sulaiman      : “Za, kalau suatu saat nanti aku tidak disini *menunjuk bangkunya* kamu duduk dengan siapa Za?”
Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, seakan-akan mau menangis. Aku pun terkejut. Lalu menanyakan keadaan yang sebenarnya?
Saya             : “ Emangnya kenapa lai?” “Ada apa Sulai? Ada apa???”
Dengan satu tarikan nafas, lalu dia mengatakan satu kalimat yang sampai sekarang terus aku
ingat.
Sulaiman      : “Aku mau pindah sekolah Za…”
Kemudian air matanya bercucuran. Raut mukanya tampak sedih.
Saya             : “Ahh jangan bercanda kamu Lai”
Sulaiman      : “Iya..serius! Aku benar-benar akan pindah sekolah!!!”
Saya             : “Ahh ini palingan cuma acting mu saja Lai. Kan kamu suka bohong sama aku?!”
Sulaiman      : “Apa yang harus aku bohongi Za? Seperti apa lagi aku harus menjelaskannya?!”(beberapa kali Sulaiman mencoba meyakinkan ku, sampai pada akhirnya aku pun percaya)
Saya             :  “Kapan kamu pindahnya?” jawab saya sambil meneteskan air mata.
Sulaiman      : “Aku masih tidak tahu, tapi yang pasti setelah akhir semester 1 Za”
Saya             : “Kenapa kamu pindah sekolah? Dan Kemana kamu akan pindah?“  
Sulaiman      : Aku juga tidak tahu Za. Katanya sih ke daerah Timur.
Sulaiman      : “Za, tolong yaa jangan beritahu ini kesemua orang, hanya teman dekat saja yang boleh tahu. Janji ya?
Saya             : “Ya janji!”

Tiba-tiba hidung Sulaiman mengeluarkan darah/mimisan. Aku pun langsung mencarikan tisu. Nah disaat itu lah beberapa orang didalam keras terkejut dan tahu akan kepindahan Sulaiman. Setelah aku dapatkan tisu lalu aku berikan kepada Sulaiman dan Sulaiman mencoba membersihkan sendiri darah yang ada dihidungnya. Beberapa kali dia harus bolak-balik keluar kelas untuk membersihkan sisa darah yang masih menempel. Akhirnya hidung Sulaiman tidak mengeluarkan darah lagi. Akan tetapi air matanya terus menetes, raut wajahnya masih tampak sedih.  Satu bulan kemudian berita kepergiannya diketahui semua orang. Kebetulan Sulaiman salah satu anggota OSIS. Jadi seluruh anggota OSIS pun juga mengetahui kepergiannya. Mereka masih tidak percaya kalau salah satu anggota yang paling mereka sayangi, akan pergi meninggalkan mereka. Nampak sekali bahwa Sulaiman begitu dicintai oleh teman-temannya. Pertanda bahwa dia membawa dampak positif bagi orang-orang disekitarnya.

            Berbicara mengenai kenangan, tentu sangat banyak sekali kenangan kami berdua. Dari sekian banyak kenangan ku bersama Sulaiman. Ada satu peristiwa yang membuat aku bangga kepadanya. Peristiwa itu terjadi saat mata pelajaran Sejarah. Rencananya hari itu guru yang bersangkutan akan mengumumkan nilai Ulangan Tengah Semester. Dengan penuh semangat aku dan Sulaiman menunggu pengunguman itu. Pengunguman itu tidak disertai dengan penyebutan nilai, jadi hanya disebutkan nama-nama yang mendapat remedial dan yang tuntas saja . Setelah diumumkan, ternyata cuma beberapa orang yang tidak remedial, aku dan Sulaiman termasuk yang mendapat remedial. Tidak ada bayangan atau tanda-tanda sedikitpun bahwa kami harus mendapat remedial. Selama ini kami berdua selalu mendapatkan nilai yang sempurna. Lalu guru yang bersangkutan mengungkapkan kekecewaannya kepada kami semua. “Saya bingung kenapa kelas ini masih banyak yang mendapat remedial, apakah soalnya sulit? Tentu tidak, karena masih ada saja yang nilainya tuntas!” kata guru yang bersangkutan dengan nada bicara yang tinggi. Aku dan Sulaiman waktu itu hanya menundukkan kepala, menyimpan rasa malu diwajah. Tiba-tiba guru yang bersangkutan menoleh kearah ku, lalu beliau mengatakan secara terang-terangan dihadapan semua teman-teman ku.
Reza, kenapa nilai kamu jadi 60?”
Masa sih bu?”
“Kamu merasa gak sih?....merasa gak? Ohh tidak merasa…ya sudah!”

Belum sempat aku menjawab, beliau sudah memvonis begitu saja dihadapan semua orang. Padahal janji beliau diawal tidak ingin memberitahu nilai yang mendapatkan remedial. Pada kenyataannya beliau membeberkan nilai ku dihadapan semua teman-teman yang ada didalam kelas. Entah mau diletakkan dimana muka ku saat itu. “Sudah jatuh tertimpa tangga pula!”. Setelah mengungkapkan kekecewaannya, beliau pun akhirnya melanjutkan pembelajaran seperti biasa. Aku merasa malu pada diriku sendiri juga kepada semua orang. Ingin rasanya aku keluar kelas!

Satu jam kemudian bel berbunyi, tanda jam pelajaran beliau telah habis. Sebelum beliau keluar dari kelas, kalau tidak salah beliau meminta Sulaiman untuk mengantarkan buku ke atas meja kantor beliau. Aku sangat heran, biasanya beliau selalu minta bantuanku. Tetapi waktu itu malah Sulaiman yang disuruh. Aku tidak merasa iri, juga tidak marah kepada Sulaiman. Malah aku sangat bersyukur bebanku mulai berkurang. Tidak lagi  bolak-balik kesana-kemari. Tidak lama kemudian Sulaiman datang, lalu menghampiri ku dan menceritakan apa yang telah terjadi ketika dia mengantarkan buku beliau ke meja.
Sulaiman : “Za, setelah keluar dari kelas tadi, kamu tidak tau kan kalau aku dan beliau membicarakan mu diluar?”
Saya          :“Membicarakan apa?”
Sulaiman : “Beliau ngomong gini ke aku za ‘Man..kenapa nilai kamu sama persis dengan Reza?!’ ‘Hah? Saya tidak tahu, saya tidak menyontek Reza dan Reza pun tidak menyontek saya bu!”
Sulaiman : “Perlu ibu ketahui bahwa Reza itu punya prinsip, tidak mau menyontek kalau lagi ulangan dan kalau dia tidak bisa mengerjakannya yaa…dia apa adanya bu!”
Saya        : “Terus beliau jawab apa lagi ke kamu lai?”
Sulaiman : “Beliau hanya diam saja za!”
Saya      : “Hm…saya heran, kok beliau bisa-bisanya berprasangka buruk sama kita? Padahal kita tidak salah apa2..”
Sulaiman :“Ya susah kalau guru udah kaya gitu za…”
Saya        : “Bener tuh!”
Selepas pulang sekolah, barulah aku terpikirkan mengenai kejadian tadi siang.“Bagaimana seandainya kalau bukan Sulaiman yang membela aku tadi siang? Bagaimana kalau bukan Sulaiman yang menceritakan peristiwa yang sebenarnya? Beruntung sekali aku mempunyai sahabat sebaik Sulaiman. Menyampaikan kebenaran, bukan kebohongan! Inilah orang yang bisa aku katakan sahabat. Membela ku disaat orang lain mengatakan yang tidak benar tentang kita.  

         Begitulah sifat Sulaiman yang sebenarnya. Sosoknya yang suka menolong, membuat dia dicintai banyak orang. Entah bagaimana aku membayangkan kalau semester 2 nanti, Sulaiman sudah tidak ada lagi. Mungkin aku disini hanya duduk diam, sambil membayangkan tingkahmu yang lucu dan tawamu yang kha itu. Hanya satu peninggalanmu yang mungkin akan terus aku ingat, yaitu kursimu yang sudah pengkor itu. Itulah yang akan menjadi obat kerinduanku. Sesekali aku akan duduk di kursimu, lalu membayangkan kamu sedang duduk disampingku, meskipun itu hanya sebuah khayalan. Akan tetapi itu sudah cukup untuk mengobati kerinduan ku. Sesuai permintaanmu Muzakir lah yang akan duduk disampingku nanti. Barangkali aku akan sering berbeda pendapat dengannya. Akan tetapi aku akan mencoba menyesuaikannya. Perlu kamu ketahui Sulaiman, saat aku mengetik paragraf terakhir ini, air mata ku menetes. Perasaan kehilangan begitu mendalam, rasanya separuh kebahagiaanku telah hilang. Benarkah sahabatku selama ini Sulaiman, akan pindah sekolah? Bagaimana nasib aku nanti kalau tidak ada dia? Tidak ada keceriaan, tidak ada bahan olok-olokan, tidak ada lagi orang yang mau mengajari ku Matematika sesabar seperti mu. Kenapa kamu pergi disaat kita bersama-sama berjuang meraih kesuksesan? Benar kata orang “Setiap yang namanya pertemuan pasti ada perpisahan” Perpisahan ini akan menjadi ujian bagi kesabaran dan kekuatan tali persahabatan kita berdua. Pesan ku tidak banyak “Jangan pernah menyerah atas segala cobaan hidup ini. Sulaiman, ku tunggu kesuksesanmu 10 tahun dari sekarang. Entah kapan Allah SWT mempertemukan kita, akan tetapi aku percaya bahwa suatu saat nanti  kita pasti bertemu. Kamu pernah kan bilang sama aku bahwa kamu ingin jadi dokter? Nah wujudkan cita-citamu itu dan doakan juga aku supaya sukses menjadi orang besar yang dihargai dan dihormati. Tetaplah kamu menjadi orang jujur, ramah, rendah hati dan suka menolang, agar hidupmu berkah. Jaga nama baik orangtuamu, banggakan mereka! Kalau ada waktu mampir yaa ke rumahku. Walau jarak kita jauh, tetapi hati kita selalu dekat. Selamat tinggal dan salam cinta dari sahabatmu ini yang bernama Muhammad Reza Adhari” – KAMU LAH SAHABAT SEJATIKU, SULAIMAN!     

End