Selasa, 23 Desember 2014

KAMULAH SAHABAT SEJATIKU, SULAIMAN!


Menurutku sahabat adalah seseorang yang lebih dari sekedar teman. Sahabat juga bisa diartikan sebuah bayangan, selalu ada kemana pun kita melangkah. Sahabat yang baik adalah sahabat yang berani membetulkan  kita ketika kita berbuat kesalahan sehingga kita tidak hanyut dalam kesalahan dan dosa. Seorang sahabat yang baik juga harus mampu menurukan egonya disaat sahabat-sahabatnya yang lain keras kepala. Dari semua ciri sahabat yang baik, ada satu yang mewakili semuanya, yaitu apabila kita didekatnya maka hati kita terasa tentram dan aman. Itulah yang aku temukan didiri Sulaiman. Sulaiman mampu menjadi penentram sekaligus tembok yang mampu menjaga rasa aman. Sekaligus menjadi orang yang mampu menghibur ku, mengajari disaat aku kesusahan, dan membantu disaat aku merasa kebingungan. Sulaiman sangat ramah terhadap semua orang, baik yang tidak dikenalnya maupun yang sudah akrab dengannya. Nada bicaranya yang tinggi seolah-seolah membuat ia terlihat marah, padahal tidak sama sekali. Dalam beberapa mata pelajaran kami juga sangat kompak, baik itu sebagai rekan kerja sebangku, maupun tim/kelompok. Berita bahwa ia akan pindah sekolah membuat ku merasa tak percaya.  Dia berencana pindah sekolah ke luar Kalimantan. Katanya sih ke Papua, entah itu benar-benar di Papua atau malah Papua bohongan.

Kabar kepergiannya itu berawal ketika pergantian jam pelajaran di kelas. Aku duduk bersebelahan dengannya, tepat didepan meja guru. Dan 2 orang yang duduk dibelakang kami namanya Ditya Anggraini dan Lidya Nanda Lestari. Seperti biasa kami selalu mengobrol sebelum bapak/ibu guru datang. Tetapi hari itu Sulaiman hanya duduk diam di bangkunya. Sikap Sulaiman yang aneh, membuat aku penasaran dan terus bertanya-tanya “Apa yang terjadi dengannya?” “Apakah ada yang salah dengan sikap saya kepadanya?” Pertanyaan itu terus berputar di kepala ku. Ingin rasanya aku menanyakan pertanyaan itu langsung ke Sulaiman, akan tetapi kebiasaan dia kalau ditanya selalu menjawab “Yaa, tidak apa2”. Jadi aku lebih memilih diam. Saat sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba Sulaiman mencolek tangan ku. Sontak membuat ku terkejut
Saya             : “Apa Lai?” (begitulah panggilan ku kepadanya)
Sulaiman      : “Za, kalau suatu saat nanti aku tidak disini *menunjuk bangkunya* kamu duduk dengan siapa Za?”
Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, seakan-akan mau menangis. Aku pun terkejut. Lalu menanyakan keadaan yang sebenarnya?
Saya             : “ Emangnya kenapa lai?” “Ada apa Sulai? Ada apa???”
Dengan satu tarikan nafas, lalu dia mengatakan satu kalimat yang sampai sekarang terus aku
ingat.
Sulaiman      : “Aku mau pindah sekolah Za…”
Kemudian air matanya bercucuran. Raut mukanya tampak sedih.
Saya             : “Ahh jangan bercanda kamu Lai”
Sulaiman      : “Iya..serius! Aku benar-benar akan pindah sekolah!!!”
Saya             : “Ahh ini palingan cuma acting mu saja Lai. Kan kamu suka bohong sama aku?!”
Sulaiman      : “Apa yang harus aku bohongi Za? Seperti apa lagi aku harus menjelaskannya?!”(beberapa kali Sulaiman mencoba meyakinkan ku, sampai pada akhirnya aku pun percaya)
Saya             :  “Kapan kamu pindahnya?” jawab saya sambil meneteskan air mata.
Sulaiman      : “Aku masih tidak tahu, tapi yang pasti setelah akhir semester 1 Za”
Saya             : “Kenapa kamu pindah sekolah? Dan Kemana kamu akan pindah?“  
Sulaiman      : Aku juga tidak tahu Za. Katanya sih ke daerah Timur.
Sulaiman      : “Za, tolong yaa jangan beritahu ini kesemua orang, hanya teman dekat saja yang boleh tahu. Janji ya?
Saya             : “Ya janji!”

Tiba-tiba hidung Sulaiman mengeluarkan darah/mimisan. Aku pun langsung mencarikan tisu. Nah disaat itu lah beberapa orang didalam keras terkejut dan tahu akan kepindahan Sulaiman. Setelah aku dapatkan tisu lalu aku berikan kepada Sulaiman dan Sulaiman mencoba membersihkan sendiri darah yang ada dihidungnya. Beberapa kali dia harus bolak-balik keluar kelas untuk membersihkan sisa darah yang masih menempel. Akhirnya hidung Sulaiman tidak mengeluarkan darah lagi. Akan tetapi air matanya terus menetes, raut wajahnya masih tampak sedih.  Satu bulan kemudian berita kepergiannya diketahui semua orang. Kebetulan Sulaiman salah satu anggota OSIS. Jadi seluruh anggota OSIS pun juga mengetahui kepergiannya. Mereka masih tidak percaya kalau salah satu anggota yang paling mereka sayangi, akan pergi meninggalkan mereka. Nampak sekali bahwa Sulaiman begitu dicintai oleh teman-temannya. Pertanda bahwa dia membawa dampak positif bagi orang-orang disekitarnya.

            Berbicara mengenai kenangan, tentu sangat banyak sekali kenangan kami berdua. Dari sekian banyak kenangan ku bersama Sulaiman. Ada satu peristiwa yang membuat aku bangga kepadanya. Peristiwa itu terjadi saat mata pelajaran Sejarah. Rencananya hari itu guru yang bersangkutan akan mengumumkan nilai Ulangan Tengah Semester. Dengan penuh semangat aku dan Sulaiman menunggu pengunguman itu. Pengunguman itu tidak disertai dengan penyebutan nilai, jadi hanya disebutkan nama-nama yang mendapat remedial dan yang tuntas saja . Setelah diumumkan, ternyata cuma beberapa orang yang tidak remedial, aku dan Sulaiman termasuk yang mendapat remedial. Tidak ada bayangan atau tanda-tanda sedikitpun bahwa kami harus mendapat remedial. Selama ini kami berdua selalu mendapatkan nilai yang sempurna. Lalu guru yang bersangkutan mengungkapkan kekecewaannya kepada kami semua. “Saya bingung kenapa kelas ini masih banyak yang mendapat remedial, apakah soalnya sulit? Tentu tidak, karena masih ada saja yang nilainya tuntas!” kata guru yang bersangkutan dengan nada bicara yang tinggi. Aku dan Sulaiman waktu itu hanya menundukkan kepala, menyimpan rasa malu diwajah. Tiba-tiba guru yang bersangkutan menoleh kearah ku, lalu beliau mengatakan secara terang-terangan dihadapan semua teman-teman ku.
Reza, kenapa nilai kamu jadi 60?”
Masa sih bu?”
“Kamu merasa gak sih?....merasa gak? Ohh tidak merasa…ya sudah!”

Belum sempat aku menjawab, beliau sudah memvonis begitu saja dihadapan semua orang. Padahal janji beliau diawal tidak ingin memberitahu nilai yang mendapatkan remedial. Pada kenyataannya beliau membeberkan nilai ku dihadapan semua teman-teman yang ada didalam kelas. Entah mau diletakkan dimana muka ku saat itu. “Sudah jatuh tertimpa tangga pula!”. Setelah mengungkapkan kekecewaannya, beliau pun akhirnya melanjutkan pembelajaran seperti biasa. Aku merasa malu pada diriku sendiri juga kepada semua orang. Ingin rasanya aku keluar kelas!

Satu jam kemudian bel berbunyi, tanda jam pelajaran beliau telah habis. Sebelum beliau keluar dari kelas, kalau tidak salah beliau meminta Sulaiman untuk mengantarkan buku ke atas meja kantor beliau. Aku sangat heran, biasanya beliau selalu minta bantuanku. Tetapi waktu itu malah Sulaiman yang disuruh. Aku tidak merasa iri, juga tidak marah kepada Sulaiman. Malah aku sangat bersyukur bebanku mulai berkurang. Tidak lagi  bolak-balik kesana-kemari. Tidak lama kemudian Sulaiman datang, lalu menghampiri ku dan menceritakan apa yang telah terjadi ketika dia mengantarkan buku beliau ke meja.
Sulaiman : “Za, setelah keluar dari kelas tadi, kamu tidak tau kan kalau aku dan beliau membicarakan mu diluar?”
Saya          :“Membicarakan apa?”
Sulaiman : “Beliau ngomong gini ke aku za ‘Man..kenapa nilai kamu sama persis dengan Reza?!’ ‘Hah? Saya tidak tahu, saya tidak menyontek Reza dan Reza pun tidak menyontek saya bu!”
Sulaiman : “Perlu ibu ketahui bahwa Reza itu punya prinsip, tidak mau menyontek kalau lagi ulangan dan kalau dia tidak bisa mengerjakannya yaa…dia apa adanya bu!”
Saya        : “Terus beliau jawab apa lagi ke kamu lai?”
Sulaiman : “Beliau hanya diam saja za!”
Saya      : “Hm…saya heran, kok beliau bisa-bisanya berprasangka buruk sama kita? Padahal kita tidak salah apa2..”
Sulaiman :“Ya susah kalau guru udah kaya gitu za…”
Saya        : “Bener tuh!”
Selepas pulang sekolah, barulah aku terpikirkan mengenai kejadian tadi siang.“Bagaimana seandainya kalau bukan Sulaiman yang membela aku tadi siang? Bagaimana kalau bukan Sulaiman yang menceritakan peristiwa yang sebenarnya? Beruntung sekali aku mempunyai sahabat sebaik Sulaiman. Menyampaikan kebenaran, bukan kebohongan! Inilah orang yang bisa aku katakan sahabat. Membela ku disaat orang lain mengatakan yang tidak benar tentang kita.  

         Begitulah sifat Sulaiman yang sebenarnya. Sosoknya yang suka menolong, membuat dia dicintai banyak orang. Entah bagaimana aku membayangkan kalau semester 2 nanti, Sulaiman sudah tidak ada lagi. Mungkin aku disini hanya duduk diam, sambil membayangkan tingkahmu yang lucu dan tawamu yang kha itu. Hanya satu peninggalanmu yang mungkin akan terus aku ingat, yaitu kursimu yang sudah pengkor itu. Itulah yang akan menjadi obat kerinduanku. Sesekali aku akan duduk di kursimu, lalu membayangkan kamu sedang duduk disampingku, meskipun itu hanya sebuah khayalan. Akan tetapi itu sudah cukup untuk mengobati kerinduan ku. Sesuai permintaanmu Muzakir lah yang akan duduk disampingku nanti. Barangkali aku akan sering berbeda pendapat dengannya. Akan tetapi aku akan mencoba menyesuaikannya. Perlu kamu ketahui Sulaiman, saat aku mengetik paragraf terakhir ini, air mata ku menetes. Perasaan kehilangan begitu mendalam, rasanya separuh kebahagiaanku telah hilang. Benarkah sahabatku selama ini Sulaiman, akan pindah sekolah? Bagaimana nasib aku nanti kalau tidak ada dia? Tidak ada keceriaan, tidak ada bahan olok-olokan, tidak ada lagi orang yang mau mengajari ku Matematika sesabar seperti mu. Kenapa kamu pergi disaat kita bersama-sama berjuang meraih kesuksesan? Benar kata orang “Setiap yang namanya pertemuan pasti ada perpisahan” Perpisahan ini akan menjadi ujian bagi kesabaran dan kekuatan tali persahabatan kita berdua. Pesan ku tidak banyak “Jangan pernah menyerah atas segala cobaan hidup ini. Sulaiman, ku tunggu kesuksesanmu 10 tahun dari sekarang. Entah kapan Allah SWT mempertemukan kita, akan tetapi aku percaya bahwa suatu saat nanti  kita pasti bertemu. Kamu pernah kan bilang sama aku bahwa kamu ingin jadi dokter? Nah wujudkan cita-citamu itu dan doakan juga aku supaya sukses menjadi orang besar yang dihargai dan dihormati. Tetaplah kamu menjadi orang jujur, ramah, rendah hati dan suka menolang, agar hidupmu berkah. Jaga nama baik orangtuamu, banggakan mereka! Kalau ada waktu mampir yaa ke rumahku. Walau jarak kita jauh, tetapi hati kita selalu dekat. Selamat tinggal dan salam cinta dari sahabatmu ini yang bernama Muhammad Reza Adhari” – KAMU LAH SAHABAT SEJATIKU, SULAIMAN!     

End

Jumat, 20 Juni 2014

JATUH BERSAMA BINTANG-BINTANG YANG BERSINAR (Eps 2)

Setelah memenangi lomba pidato di sekolah, sekarang saya mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba pidato mewakili sekolah. Bukan hanya saya saja yang mewakili sekolah untuk seleksi pertama lomba pidato kota Banjarmasin tetapi ada satu lagi teman saya yang juga ikut mewakili yaitu Nadyah. Saya dan Nadyah berbeda kelas, dia kelas X2 sedangkan saya kelas X8. Sebelumnya kami tidak pernah kenal satu sama lain.  tapi yang saya tahu dia juara 3 saat lomba pidato di sekolah dan saya juara 1. Setelah menerima tawaran dari Pak Didit, hari itu juga saya langsung mempersiapkan materi yang nantinya akan disampaikan. Kali ini lomba pidato diselenggarakan oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Tujuan dari pidato ini adalah untuk mensosialisasikan KB dan sekaligus tempat menampung ide-ide atau saran yang gunanya untuk menghambat laju pertambahan penduduk di Indonesia dan lingkungan
Sebelumnya ada beberapa hal harus yang kalian ketahui dalam lomba pidato saya kali ini. Kategori lomba dibedakan menjadi dua yaitu remaja dan dewasa. Tahap lomba juga dibagi dua yaitu tahap seleksi dan tahap akhir/grand final. Tahap awal adalah tahap dimana peserta dari masing-masing perwakilan sekolah akan diadu dan kemudian 3 besar terbaik akan mewakili daerahnya masing-masing. Sedangkan tahap akhir/grand final adalah tahap dimana semua perwakilan daerah akan kembali diadu sehingga menghasilkan 3 terbaik dari masing-masing kategori, dan khusus untuk juara 1 akan dikirim ke tingkat nasional. Hadiahnya  lumayan besar, untuk juara 1 (±3 jt), juara 2 (±2 jt) dan juara 3 (±1 jt). Untuk grand final khusus dilaksanakan di Hotel Amaris. Aa\da 5 tema yang harus dipilih. Salah satu tema yang saya pilih adalah ‘Pengaruh Pertambahan Penduduk Terhadap Keseimbangan Alam dan Lingkungan’.
Tema yang menarik bagi saya untuk nantinya diangkat menjadi naskah pidato. Ini sebuah kesempatan bagi saya untuk kembali membuktikan bahwa saya lah yang terbaik. Modal utama saya adalah pernah menjuarai lomba pidato di sekolah. Itu menjadi motivasi lebih bagi saya. Naskah yang akan saya buat nantinya akan lebih pada padat, berisi, dan berbobot. Agar nantinya juri melihat naskah yang sampaikan memang berkualitas, tidak hanya mengungkapkan fakta tetapi dengan solusinya juga. Setiap hari saya terus berusaha memperbaiki naskah sambil mencari ide-ide baru.  Ada hal yang membuat konsentrasi saya terganggu disaat saat saya sedang berfokus untuk lomba pidato. Teman-teman saya dikelas berencana untuk pergi ke Pantai Angsana. Jaraknya lumayan jauh dari kota Banjarmasin, butuh waktu 7 jam untuk menuju kesana. Tanggal sudah ditetapkan, teman-teman saya terus menggoda saya untuk ikut pergi kesana. Awalnya saya menolak dengan alasan naskah pidato saya belum selesai, oleh karena saya terus digoda, akhirnya saya memutuskan untuk ikut pergi bersama mereka. Disana saya menginap di rumah penduduk selama 2 hari. Sepulangnya dari Pantai Angsana saya kembali melanjutkan tugas saya untuk menyelesaikan naskah pidato yang belum kelar.
Dengan kerja keras naskah pidato untuk seleksi lomba BKKBN pun akhirnya selesai. Selesai mengerjakan naskah bukan berarti tugas saya telah usai. Naskah yang tadi sudah selesai saya serahkan kepada guru bahasa Indonesia saya yaitu Ibu Yuli Hastuti. Saya meminta beliau untuk mengoreksi naskah pidato saya dalam hal tata cara penulisan. Lagi-lagi saya harus mengulang naskah yang sudah jadi, karena ada sedikit kesalahan yang harus diperbaiki. Naskah itu terus diperbaiki hingga menjadi naskah yang bagus. Membosankan memang, tetapi ini sebuah perjuangan yang harus untuk diperjuangkan. Saya pantang menyerah dalam urusan seperti ini, kesempatan ini tidak akan saya sia-siakan. Alhamdulillah tahap membuat naskah benar-benar telah selesai, sekarang adalah tahap dimana saya harus memahami lalu menghafal naskah yang sudah jadi. Sama seperti saya mempersiapkan lomba pidato di sekolah dulu, setiap hari saya harus menghafal naskah kemudian berlatih didepan cermin. Tidak mudah untuk menghafal satu naskah pidato yang terdiri dari 3 lembar. Bahasa yang digunakan pun begitu rumit, tingkat bahasa yang digunakan juga sangat tinggi, sekelas dengan gaya bahasa para orator terkenal sekarang.
Disamping kesibukan saya berlatih pidato, saya juga harus memikirkan tugas-tugas sekolah yang menumpuk. Kalau tidak salah tugas yang diberikan jumlanya ada 5 buah. Diantaranya membuat makalah kimia, makalah bahasa Indonesia, menjawab soal sejarah dan geografi serta tugas penjaskes. Semua itu harus selesai pada waktunya, kalau tidak nilai saya nantinya berkurang. Sulit memang membagi waktu antara menghafal naskah pidato dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, mau tidak mau saya harus menyelesaikannya. Waktu semakin dekat, lomba pidato dilaksanakan tinggal 5 hari lagi. Ini pilihan yang saya sudah pilih dan saya juga harus bertanggung jawab terhadap pilihan saya. Dalam kondisi seperti ini tidak ada cara lain kecuali dengan cara berdoa sambil berusaha. Alhamdulillah berkat tekad dan kerja keras akhirnya saya dapat menyelesaikan semua tugas sekolah. “Hidup terasa adem ketika semua tugas sekolah kelar”. Tanpa melupakan kewajiban saya untuk menghafal naskah, beberapa menit saya meluangkan waktu untuk menghafal walaupun hanya sebentar.
Tiba lah hari dimana tahap seleksi lomba pidato BKKBN akan dimulai. Setelah saya meminta surat rekomendasi dari sekolah, kemudian saya berangkat menuju SMK 4 BANJARMASIN bersama Bapak Didit dan Nadyah. Sekitar jam 9 pagi saya tiba di SMK 4. Disana sudah banyak para peserta lomba yang berdatangan. Ternyata lombanya diadakan didalam aula sekolah. Kemudian kami masuk ke ruang aula lalu mengambil nomor urut undian. Saya mendapat nomor urut 29 dari 40 peserta yang datang, bagi para peserta yang tidak datang maka namanya akan dicoret. Mulailah satu persatu para peserta tampil kedepan. Berbagai macam gaya ditampilkan para peserta, sehingga menarik untuk ditonton. Tidak semua peserta lancar dalam menyampaikan pidato. Ada beberapa peserta yang sedikit aneh saat membawakan pidato, sehingga membuat penonton yang melihat tertawa. Tapi itu malah membuat suasana menjadi semakin bewarna. Giliran saya sempat tertunda karena juri memutuskan untuk istirahat sebentar dan nantinya akan dilanjutkan setelah Sholat Jum’at. Ada sedikit rasa kecewa ketika penampilan saya ditunda. Disisi lain ini sangat menguntungkan bagi saya karena dapat mengevaluasi kembali lewat penampilan peserta lain agar saya lebih baik dari mereka nantinya.
Sekitar pukul 13.30 saya pergi menuju SMK4 BANJARMASIN. Baru lah pukul 14.00 acara dimulai. Tibalah giliran saya untuk tampil kedepan. Sebelumnya saya membaca doa terlebih dahulu “Robbish rohli sodri wayasirli amri wahlul uqdatamilisaani yafqahu qauli..” yang artinya: Ya Robbi lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku ya Rabb, dan lepaskanlah kekakuan dalam lidahku.” Kemudian saya awali pidato saya kala itu dengan membaca “Bismillahirrohmanirrohim”. Alhamdulillah Allah memberikan kemudahan kepada saya, sehingga sewaktu saya berpidato tidak ada sedikit kata pun yang lupa atau salah. Penonton sangat memperhatikan dan menikmati apa yang sampaikan. Begitu juga dengan dewan juri, biasanya dewan juri berbicara satu sama lain atau langsung keluar dari ruangan apabila ada peserta yang membosankan. Tetapi waktu itu tidak, dewan juri sangat menikmati sambil sesekali tersenyum kepada saya. Ada satu hal yang membuat saya terganggu saat itu. Saat semua orang sedang diam memperhatikan saya berpidato, ternyata ada salah satu penonton yang duduknya paling depan menertawakan saya. Aneh rasanya ketika seseorang tertawa disaat yang lain sedang diam. Saya ibaratkan itu seperti permainan bola. Disaat pemain hebat sedang menggocek, maka para suporter  yang tidak suka dengannya lalu meneriak-neriaki. Tapi lucunya sang pemain tetap enjoy bermain, malah terus ingin menunjukkan kemampuan terbaiknya tanpa menghiraukan teriakan para suporter. Sama halnya yang terjadi pada saya. Saat saya sedang fokus tampil baik dalam berpidato, ada saja orang yang mencoba mengganggu. Tapi itu tidak menjadi penghalang bagi saya untuk tampil baik dihadapan juri. Ini cita-cita saya dari awal, untuk terus eksis karena prestasi. “Jadi sesuatu yang tidak patut dipermasalahkan tidak usah dipikirkan” It’s so simple!
Semua penonton bertepuk tangan setelah saya selesai berpidato. Baru turun dari podium dan kemudian lewat didepan juri saya langsung dipuji oleh salah satu juri dari perwakilan BKKBN “Kamu mantap!” sambil mengacungkan jempolnya. Lega rasanya setelah apa yang dikhawatirkan selama ini dapat diselesaikan dengan baik. Tepuk tangan dari penonton tadi membuat saya percaya diri bisa masuk ke tahap grand final. Alhamdulillah berkat doa orang tua, saudara, guru-guru serta teman-teman di sekolah, saya dan Nadiyah lolos ke grand final mewakili kota madya Banjarmasin. Setelah acara selesai, akhirnya kami semua para pemenang berfoto bersama dewan juri. Kami tampak semakin akrab dengan dewan juri ketika mereka memberikan masukan-masukan kepada kami. Banyak masukan-masukan yang diberikan juri kepada kami semua, salah satunya saya. Saya diminta juri untuk tampil lebih interaktif kepada penonton agar suasana tidak begitu tegang. “Semangat tidak harus dengan cara berteriak-teriak” kata salah satu juri yang mencoba menasehati saya waktu itu. Saya langsung mencatat nasehat dari dewan juri dalam menanggapi penampilan saya tadi. Ini penting bagi saya untuk mengavaluasi penampilan saya lewat masukan-masukan dari dewan juri. Waktu yang sangat singkat bagi kami para peserta lomba untuk mempersiapkan diri. Tapi itu tidak menjadi masalah yang harus dibesar-besarkan, sudah untung kami bisa lolos mewakili kota madya Banjarmasin.
Permasalahannya sekarang bukan pada naskah tetapi jadwal lomba pidato yang bersamaan dengan dilaksanakannya ulangan kenaikan kelas. Saya dituntut untuk mengambil keputusan apakah saya harus mengundurkan diri atau saya tetap ikut lomba. Akhirnya saya bicara sama Pak Didit selaku guru kesiswaan, bahwa saya tidak ikut ulangan kenaikan kelas dengan alasan untuk lebih fokus ke lomba dan ini kesempatan emas yang datang hanya sekali. Awalnya Pak Didit menolak, setelah saya yakinkan akhirnya Pak Didit mau memberikan rekomendasi ke sekolah bahwa saya diizinkan untuk tidak mengikuti ulangan. Tapi dengan satu syarat, saya harus mengikuti ulangan susulan nantinya. Tiba lah hari dimana lomba grand final dilaksanakan. Nantinya lomba akan dimulai sekitar jam 9 pagi. Sebelumnya saya harus pergi ke sekolah dulu untuk meminta izin kepada wali kelas sekaligus Pak Didit selaku guru kesiswaan. Setelah meminta izin saya langsung bergegas pergi menuju Hotel Amaris. Nadiyah nantinya menyusul, setelah dia mengikuti ulangan kenaikan kelas terlebih dahulu. Tiba di Hotel Amaris, sebelumnya saya sempat nyasar ke restoran cepat saji. Tidak lucu kalau saya berpidato saat orang lain sedang makan “Habiskan makanan kalian, masih banyak orang lain membutuhkan makanaaaan!!!” *tiba-tiba* ‘Mas… pesanan saya tadi sudah?”
Tiba disana saya langsung mengambil nomor giliran, saya mendapat giliran ke 13 untuk tampil berpidato. Setelah mengambil nomor giliran, saya duduk disebuah ruangan yang khusus disediakan untuk para peserta lomba pidato. Disana saya duduk bersama para peserta perwakilan Kota Madya Banjarmasin dari masing-masing kategori. Diantara yang duduk hanya saya saja yang laki-laki, sisanya perempuan semua. Rata-rata umur mereka diatas saya, jadi diantara mereka hanya saya saja yang terlihat seperti anak smp, padahal kenyataannya saya anak SMA kelas 1. Saat kami sedang asik mengobrol, salah satu peserta tiba-tiba bicara ke saya “Aku suka deh liat gaya kamu berpidato kemarin, waktu seleksi dulu, gaya kamu itu natural banget, keren abis!!!” Bangga rasanya menjadi orang yang selalu dipuji oleh orang yang sama hebatnya. Pujian itu saya jadikan tenaga pendorong untuk saya lebih percaya diri saat tampil nantinya. Kira-kira 30 menit lagi acara akan dimulai. Para peserta dari berbagai daerah di Banjarmasin mulai berdatangan. Ada yang datang dari Kota Baru, Batu Licin, Hulu Sungai, Banjarbaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan lain-lain. Semuanya datang dari daerah yang cukup jauh dari kota Banjarmasin. Lewat pengeras suara panitia mengumumkan bahwa para peserta lomba pidato agar memasuki ruangan. Mendengar pengunguman itu, kami bergegas masuk ke ruangan.
Cukup lama saya menunggu karena masing masing peserta tampil minimal 6 menit dan maksimal 8 menit. Semakin lama saya menunggu giliran tampil, semakin sering pula saya pergi ke toilet. Mungkin saya lah orang yang paling sering pergi ke toilet dibandingkan peserta-peserta yang lain. Ada salah seorang peserta wanita dari kategori dewasa memuji saya. Kali ini bukan memuji gaya berpidato saya, tetapi memuji penampilan saya. Periswiwa itu terjadi ketika saya sedang menata rambut untuk persiapan tampil kedepan. Tiba-tiba dia berbicara ke saya “Udah ganteng dek, jangan rambut aja yang dibenerin, tuh alis mu yang tebal juga perlu dibenerin” Sepertinya baju saya saat itu terasa longgar karena terus dipuji dan sedikit kehilangan fokus sebab saya tak terbiasa dipuji seperti itu. Hingga akhirnya giliran saya pun tiba. Dengan rasa percaya diri saya maju kedepan panggung. Stand mike saya lepas lalu saya pegang. Tanpa ada rasa gugup, dengan lancarnya saya menyampaikan ide-ide serta solusi dalam pemecahan masalah pertambahan penduduk. Semua penonton tampak tercengang melihat penampilan saya begitu apik dalam sesi awal. Saat itu saya tampil baik dengan cara lebih berinteraksi dengan penonton, ditambah dengan materi yang mendukung untuk membuat penonton tertawa. Sehingga suasana menjadi cair, tidak ada lagi ketegangan didalam ruangan. Tanpa mengurangi isi dan tujuan pidato, saya mencoba menghibur penonton lewat materi yang sudah ada. Semua nasehat juri dulu, sekarang saya sudah wujudkan melalui penampilan yang sangat interaktif. Respon dari penonton membuat saya semakin bersemangat ketika menyampaikan pidato. Naskah yang begitu panjang, sempat membuat saya lupa sehingga pidato saya waktu itu sempat terhenti beberapa detik. Dewan juri dan penonton tampak terkejut melihat penampilan saya yang tadinya sangat bagus, sekarang malah berkurang. Salah satu dewan juri yang memberikan nasehat dulu, tampak tercengang tidak percaya.
Kesalahan saya tadi membuat semua yang ada didalam ruangan sempat tercengang. Tetapi itu tidak menjadi penghalang untuk kemudian saya terus berpidato. Dengan santai tanpa ada beban saya terus mengungkapkan isi pidato saya saat itu. Kemudian di sesi akhir saya mengajak seluruh penonton untuk mensukseskan program pemerintah (KB) melalui cara baru saya yaitu point reward dan paperless. Lalu diakhir pidato, saya tutup dengan mengutip kata-kata dari seorang mantan presiden Amerika Serikat bernama John F Kennedy “Don’t ask what your country can do for you, ask what you can do for your country” Artinya “Jangan tanyakan apa yang Negara mu dapat lakukan untuk mu, tapi tanyakan lah apa yang dapat kamu lakukan untuk Negara mu”  dan akhirnya para penonton bertepuk tangan dengan meriah termasuk dewan juri. Lega sudah beban rasanya ketika tugas sudah saya selesaikan walaupun tidak sesuai harapan. Tapi saya tetap optimis bisa menjuarai lomba pidato kala itu. Niat awal saya baik, kalau saya juara saya akan berikan hadiah atau uangnya ke ibu saya. Ibu saya lah  orang yang sangat berjasa dalam mensupport karir saya waktu itu. Jadi wajar kalau saya ingin memberikan hadiah atau uang dari perjuangan saya lomba pidato untuk nantinya diberikan ke ibu saya. Tiba-tiba panita mengumumkan bahwa acara lomba ditunda sebentar, nanti akan dilanjutkan kembali setelah jam makan siang. Sambil menunggu jam makan siang berakhir, saya duduk santai di dalam ruangan. Melihat saya duduk sendirian di dalam ruangan, salah satu panitia mengajak saya untuk mengambil makanan diluar. Awalnya saya menolak, tapi pada akhirnya terpaksa saya keluar mengambil makanan walau saya tak tau harus memakan apa. Saat saya mengambil kopi tiba-tiba salah satu juri yang sangat akrab dengan saya lalu menghamipiri saya dan berkata “Kamu hanya perlu 30 detik lagi, ini sangat berpengaruh terhadap penilain juri”. Gara-gara juri bicara seperti itu akibatnya kopi yang tadinya sudah saya tambah gula, tetap saja masih terasa pahit. Benar kata orang, “kalau hati pahit maka lidah pun juga ikut merasakan pahit.”
Jam makan siang pun berakhir, semua peserta kembali ke ruangan. Sisa beberapa peserta lagi yang belum tampil dan nantinya akan segera di umumkan para pemenang dari masing-masing kategori setelah semua peserta tampil. Lagi-lagi kakak yang tadi memuji penampilan saya diawal, kali ini kembali memuji saya, tetapi dengan cara yang berbeda.
“Kak, tadi ada yang pingsan yah? Siapa yang pingsan?” kata saya
“Iya, aku yang pingsan dek.”
“Kenapa jadi pingsan kak?” kata saya
“Gara-gara mikirin kamu dek…” kata dia sambil tersenyum manis.
Mendengar gombalan itu, teman-temannya yang lain tertawa lalu berkata “Ciee….ciee… ciee…”
Tidak terasa semua peserta telah tampil. Tiba lah sesi dimana pengunguman para pemenang lomba pidato dari masing-masing kategori. Pengunguman para pemenang lomba pidato sempat tertunda karena menunggu kepala dari perwakilan BKKBN Kota Banjarmasin datang. Sambil menunggu kepala perwakilan BKKBN datang, salah satu juri berdiri didepan podium lalu mengomentari penampilan kami semua. ‘Kami kagum melihat penampilan kalian semua, anak kami saja belum tentu bisa seperti kalian bisa berpidato mewakili daerah masing-masing. Jadi bagi yang kalah nanti jangan kecewa, kalian sudah hebat bisa mewakili daerah masing-masing’ Setelah berkomentar tiba-tiba beliau mengatakan sesuatu dihadapan kami bahwa beliau sangat kagum dengan salah satu peserta yang ada disini. “Ada salah satu peserta yang memang mempunyai gagasan yang bagus untuk menghambat laju pertambahan penduduk. Dengan cara barunya yaitu Paperless dan Point Reward. Untuk lebih jelasnya kita persilahkan kepada Muhammad Reza Adhari untuk menjelaskan lebih detail apa itu Paperless dan Point Reward” Ternyata orang yang dimaksud adalah saya. Dengan bangganya saya menjelaskan apa itu Paperless dan Point Reward dihadapan para peserta dan guru-guru. Tak lama kemudian Kepala Perwakilan BKKBN Kota Banjarmasin datang. Beliau meminta agar dewan juri mengungumkan terlebih dahulu para pemenang. Tibalah dimana pengunguman pemenang lomba pidato BKKB Kalimantan Selatan. Satu persatu nama pemenang dari masing-masing kategori disebutkan. Entah kenapa diantara nama-nama yang disebutkan, tidak ada satu pun nama saya yang tercantum. Sampai  juri selesai mengungumkan nama-nama pemenang dari masing-masing kategori, nama saya tetap tidak tercantum. Jadi hanya satu perwakilan dari Kota Madya Banjarmasin yang masuk 3 besar terbaik. Mata saya saat itu sudah berbinar-binar seperti mau menetes. Hati kecil saya berbicara “Mungkin perjuangan ku selama ini sia-sia, satu bulan aku mempersiapkan semua materi sampai-sampai aku tidak ikut ulangan kenaikan kelas. Ini kah balasannya? Bagaimana aku harus menjelaskan kesemua orang yang telah mendukung ku selama ini bahwa aku kalah?”
Mungkin hari itu adalah hari terburuk bagi saya. Saya terus bertanya-tanya apa penyebab saya kalah! Kemudian saya mengabarkan kepada orangtua dan saudara-saudara saya bahwa saya kalah. Awalnya mereka tampak terkejut dan tidak percaya sebab mereka percaya dengan kemampuan saya. Setelah saya yakinkan bahwa saya memang kalah, akhirnya mereka percaya. Anehnya mereka tidak menyalahkan saya, tetapi mereka hanya bilang “Kamu sudah hebat dapat tampil mewakili Banjarmasin, dalam keluarga kita hanya kamu yang bisa sehebat ini. Dan ini sudah ketetapan Allah jadi harus disyukur”. Ternyata yang kecewa bukan hanya saya saja tetapi bagi peserta lain yang kalah juga ikut merasakan kecewa. Tampak raut muka mereka yang kecewa sama halnya seperti saya. Begitu juga para guru pembimbing yang selalu mendampingi anak didiknya selama mengikuti lomba. Saya melihat beberapa guru pembimbing mencoba membangkitkan semangat para anak didiknya. Tapi sayang Pak Didit tidak berada disisi kami, mungkin kalau beliau ada, pasti beliau memberikan semangat kepada kami. Kami hanya bisa memberi semangat satu sama lain, walau hati kami tak sesemangat apa yang terucap dimulut. Teman seperjuangan saya yang dari awal sama-sama mewakili sekolah yaitu Nadyah  juga tampak sedih, terlihat dari wajahnya yang murung. Sesuatu memang tidak dapat ditebak, kita hanya bisa memprediksi lalu menjalani. Setelah nama-nama pemenang disebutkan, sesi selanjutnya yaitu penyerahan piala yang diberikan oleh Kepala Perwakilan BKKBN Banjarmasin serta sertifikat dan uang tunai. Itulah sebab mengapa saya ingin juara, saya ingin mendapatkan hadiah itu semua. Itu sangat penting bagi saya karena penghargaan itu berguna untuk pendaftaran kuliah nanti, tapi Allah berkehendak lain. Akhirnya acara pun berakhir. Mulai dari jam 9 pagi sampai dengan jam 3 sore. Hari yang melelahkan dan mengecewakan tetapi ada sedikit rasa senang ketika kami para peserta yang kalah, diberikan uang tunai masing-masing 190 rb. Lumayan besar bagi kami anak-anak muda yang biasa meminta uang ke orangtua. Ya paling tidak untuk ditabung atau nantinya untuk keperluan sekolah. Keluar dari Hotel Amaris ternyata hujan turun. Pas sudah kekalahan saya saat itu diiringi air hujan dan air mata pun akhirnya menetes saat dijalan menuju rumah.
Beberapa hari sudah berlalu semenjak kekalahan menyakitkan. Ada sebuah kata-kata yang telah mengingatkan saya untuk tidak harus kecewa secara berlebihan “Hai anak muda bercita-cita lah setinggi langit! Dan apabila kamu jatuh saat menuju langit, tetap lebih baik daripada jatuh langsung ke bumi karena kamu JATUHnya BERSAMA BINTANG-BINTANG YANG BERSINAR” Dan akhirnya saya sadar bahwa saya kalah diantara orang-orang hebat lalu sekarang saya dapat bangkit dari kekecewaan. Kata-kata itu lah yang membuat saya sekarang dapat berdiri tegak, bangkit dan berjiwa pemenang. Tidak ada rasa minder dalam diri saya bahwa saya payah! ‘Siapa yang berani mengatakan bahwa saya payah, sedangkan pekerjaan yang saya lakukan itu tidak semua orang bisa?!’ So, You Are Free To Be Awesome!. Pengalaman tak terlupakan ini saya jadikan sebagai langkah awal untuk terus menuju kemenangan. “Kalau hanya mau menang, berlomba lari-lah melawan bekicot. Kalau mau terhormat, berlombalah dengan yang terbaik.” – Mario Teguh
Sekian tadi cerita yang insyaallah menginspirasi. Semoga kalian yang membaca dapat mengambil sisi positifnya. Mohon maaf kalau ada kata-kata yang berkurang berkenan. Kesempurnaan milik Allah dan kekurangan milik saya. Tunggu terus cerita-cerita menarik lainnya. Terimakasih. Salam Sukses :)










 

Sabtu, 14 Juni 2014

JATUH BERSAMA BINTANG-BINTANG YANG BERSINAR (Eps 1)


Cukup lama saya tidak menulis blog. Kali ini saya akan menulis kembali seputar pengalaman menarik saya beberapa bulan ini. Berbeda dengan kisah-kisah terdahulu, kisah kali ini lebih menarik dan lebih menginspirasi. Suatu hal yang tidak mungkin menjadi mungkin terjadi dalam kisah ini. Kisah ini diangkat atas dasar pengalaman saya sendiri. Jadi dijamin kisah ini menarik dan nyata. Selamat membaca… :)
          Awal kisah dimulai dari keinginan saya tampil didepan umum. Sejak lama saya menginginkan tampil didepan umum seperti pemimpin yang berpidato dihadapan protokol. Niat awal saya sekolah di SMA 5 BANJARMASIN yaitu untuk sukses dan eksis. Eksis artinya tampil atau dikenal orang banyak. Dengan dikenal orang banyak kita mudah untuk bergaul. Di sekolah saya disediakan banyak ekstrakulikuler diantaranya Voli, Silat, Futsal, Paskib, KSI, Green School, Karya Ilmiah dan lain-lain. Semua ekstrakulikuler yang ada di sekolah tidak pernah saya ikuti. Alasan saya hanya satu yaitu tidak ada kecocokan dengan minat saya yaitu ingin menjadi dokter anak. Tapi anehnya beberapa teman saya yang mengikuti ekstrakulikuler selalu memenangkan kejuaraan-kejuaraan, contohnya Paskib.
Di sekolah saya paskib sangat mendominasi dalam hal kejuaraan dibandingkan ekstrakulikuler yang lain, karena setiap bulan paling tidak mereka mendapatkan satu piala kejuaraan, entah itu mewakili sekolah atau daerah. Bangga rasanya melihat teman memenangkan kejuaraan mewakili sekolah. Tapi saya lebih bangga ketika saya yang mewakili bukan mereka. Iri rasanya ketika melihat teman-teman menerima penyerahan piala setiap upacara hari Senin. Ingin nama saya dipanggil kemudian maju lalu menerima penyerahan piala. Hati kecil saya berbicara ‘Reza, saya tau kamu iri dengan mereka yang didepan sana, tapi ingat rasa iri kamu akan terus menghantui mu, jika kamu diam tanpa mau berusaha’. Mulai sejak itu saya bertekad untuk menjadi pribadi yang baik dan disegani. Saat belajar dikelas saya berusaha untuk aktif, paling tidak berbicara untuk mengumukakan pendapat atau bertanya.  Awalnya saya takut kalau apa yang saya katakan salah lalu menjadi bahan tertawaan teman-teman. Tapi pada akhirnya saya berani dan tidak takut lagi, malah biasa ditunjuk teman-teman untuk berbicara didepan kelas, entah itu berdebat atau presentasi. Salah sedikit atau ada yang tidak suka sudah jadi makanan saya tiap hari, itu wajar dulu saya juga begitu tapi sekarang tidak lagi. Karena kalau saya terus membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan saya, maka saya tidak akan pernah menemukan kelebihan pada diri saya sendiri yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Selain aktif dikelas saya juga sangat aktif dalam tugas kerja kelompok. Biasanya saya satu kelompok dengan Renaldo dan Syarif. Mereka berdua adalah orang yang memang kreatif, kerja keras dan mau diajak kerja sama. Oleh karena itu saya senang apabila satu kelompok dengan mereka berdua, walau terkadang saya jengkel ketika mereka menertawakan sesuatu yang memang sebenarnya tidak lucu bagi saya. Tapi sesekali saya juga ikut tertawa, yaa paling tidak untuk menghargai mereka lah. Dalam tawa kami juga ada seriusnya, tanpa keseriusan keberhasilan tak dapat kami capai.  Salah satu buktinya yaitu kami mendapat pujian dari guru Bahasa Indonesia yaitu ibu Yuli Hastuti. Beliau memuji karya kami dalam membuat video wawancara bersama kepala sekolah dengan tema Dunia Pendidikan. ‘Ibu tidak mengira kalau hasilnya bisa sebaik ini, ibu saja belum tentu bisa membuat video seperti ini’ kata beliau sambil mencolek saya. Hasil itu memang tidak mudah kami dapatkan, setiap selepas pulang sekolah kami berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok. Memang itu sudah kewajiban seorang pelajar, jadi tidak berhak kita untuk mengeluh atau memaki-maki guru yang bersangkutan. Disamping kesibukan saya sebagai pelajar, saya juga sering bermain. Salah satu hobi saya adalah bermain PS. Biasanya saya bermain bersama Renaldo, Syarif, Muzakir, Irwansyah (Beta). Tapi saya tetap tidak melupakan cita-cita saya untuk ikut berpartisipasi mewakili sekolah dalam sebuah kejuaraan. Tapi entah kenapa saya masih belum mendapatkan hasilkannya. Pernah saya bertanya kepada Tuhan ‘Kapan saya diberikan rezeki? Padahal saya sudah bekerja keras’
          Kira-kira bulan Mei diadakan sebuah acara peringatan Hari Pendidikan di sekolah saya. Dalam perayaan itu diadakan beberapa lomba, seperti menghias buah, menghias nasi goreng, melukis tembok dan pidato. Diantara lomba-lomba yang diselenggarakan saya mengikuti lomba pidato. Bukan saya yang mendaftarkan diri untuk lomba pidato, tetapi teman-teman saya lah yang mendaftarkannya. Awalnya saya menolak karena merasa tidak bisa berpidato. Setelah dipikir-pikir akhirnya saya menerima tawaran tersebut. Sebulan saya mempersiapkan diri untuk lomba pidato yang diselenggarakan nanti. Mulai dari materi, mental dan gaya bicara. Setiap hari saya terus berlatih berpidato didepan cermin, selain berlatih sendiri saya juga menonton pidato orator-orator hebat di dunia melalui youtube. Waktu semakin dekat, perasaan saya semakin cemas dan gugup. Sebelum tampil malamnya saya tidak bisa tidur karena ini pertama kali saya tampil didepan umum.
Sampailah hari dimana lomba akan dimulai. Sebelumnya saya harus menunggu cukup lama karena acara lomba pidato dimulai setelah lomba-lomba yang lain. Sambil menunggu lomba dimulai, sesekali saya kembali membaca teks pidato yang nantinya saya akan sampaikan. Kata salah satu panitia penyelenggara, ‘Lomba pidato akan dilakukan di tengah lapangan sekolah’, kebetulan panitianya adalah teman saya namanya Meili. Saya terkejut karena lomba pidato dilakukan di tengah lapangan, berubah dari rencana awal yang sebenarnya akan dilakukan di ruang MGMP (aula). Setelah beberapa lomba selesai, panitia mengungumkan lewat pengeras suara bahwa para peserta lomba pidato harap berumpul ditengah lapangan. Mendengar pengunguman tersebut saya bergegas pergi ke kelas untuk berganti baju. Untuk lomba kali ini saya sudah mempersiapkan pakaian yang spesial untuk dikenakan nanti yaitu memakai jaz hitam lengkap dengan sepatunya. Setelah berganti pakaian saya langsung bergegas pergi menuju lapangan. Belum saya ke tengah lapangan, saya sudah diajak teman-teman untuk berfoto, layaknya seorang artis baru. Tanpa membuang waktu lagi saya pergi ketengah lapangan. Tiba-tiba saat saya sedang berjalan menuju lapangan, saya diteriaki cewek-cewek sambil bersiul. Saya terkejut sambil sesekali melihat sekeliling. Tanpa ragu saya memberikan senyuman manis tanpa rasa canggung sedikit pun bak seorang artis yang diteriaki fans-fansnya. Sebelum lomba dimulai kami para peserta lomba diberikan pengarahan tentang tata cara penilaian pidato. Mulai dari isi, artikulasi, gaya panggung dll. Jumlah peserta lomba ± 15 orang, setiap orang mewakili kelasnya masing-masing. Rencananya nanti saya akan berpidato tanpa teks. Sulit memang, tapi kita tidak pernah tau kalau tidak pernah mencoba.
Setelah semua siap barulah acara dimulai. Peserta pertama dipanggil oleh pembawa acara. Anehnya peserta pertama tidak mau tampil duluan, kebetulan ketua osis Kak Rizqon berada disitu jadi Kak Rizqon berusaha membujuk untuk segera tampil. Mendengar perdebatan itu, saya yang juga ada disebelah ketua osis bicara sama kak Rizqon ‘Kak, kalau tidak ada yang mau jadi peserta pertama yang tampil, saya saja yang menggantikannya’ kata saya dihadapan kak Rizqon dan panitia yang lain. Kak Rizqon tampak terkejut melihat saya berani menjadi peserta pertama. Akhirnya semua panitia sepakat peserta pertama adalah saya. Memang dari jauh-jauh hari saya sudah berdoa untuk bisa tampil pertama, karena rugi kalau tampil terakhir sedangkan saya sudah memakai jaz hitam. Alhamdulillah ternyata doa saya dikabulkan. Pembawa acara kembali memanggil ‘Mohon maaf ada kesalahan tekhnis, peserta pertama adalah Muhammad Reza Adhari dari kelas X8’ Mendengar nama saya dipanggil, dengan perasaan percaya diri yang tinggi saya berjalan menuju ke podium sambil membaca doa “Robbish rohli sodri wayasirli amri wahlul uqdatamilisaani yafqahu qauli..” yang artinya: Ya Robbi lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku ya Rabb, dan lepaskanlah kekakuan dalam lidahku.” Saya awali pidato denga membaca ‘Bismillahirrohmanirrohim’. Dengan gagahnya saya berbicara sangat lantang seperti seorang presiden dihadapan protokolnya. Awalnya saya mengira tidak ada simpati dari penonton. Ternyata penonton yang awalnya sedikit, tiba-tiba berhamburan keluar kelas sambil bertepuk tangan. Setiap ada jeda dalam pidato, saya selalu diberi applause oleh penonton. Penonton begitu banyak, teman saya yang sedang lomba melukis juga ikut menyaksikan penampilan saya.
Suasana begitu meriah, sorak-sorai dimana-mana. Tak disangka wali kelas saya juga ikut menonton beserta seluruh teman-teman saya. Tanggapan dari penonton begitu luar biasa, sehingga membuat saya semakin bersemangat berpidato waktu itu. Isi pidato yang saya sampaikan bukan hanya bahasa Indonesia tetapi sedikit ada bahasa inggris. Diakhir pidato saya tutup dengan kata-kata dari seorang ilmuan fisika bernama Albert Einstein yaitu ‘Learn from yesterday, live for today, and hope for tomorrow. And the important things is not to stop questioning’. Semua penonton bertepuk tangan setelah saya mengakhiri pidato itu. Salah satu isi yang sangat penting dalam pidato saya adalah untuk menghargai waktu seefisien mungkin, karena masa muda itu hanya sebentar sedangkan kita ingin hidup dalam usia yang panjang dalam kesukesan. Jadi setidaknya kita harus membangun masa muda yang hebat agar tua nanti kita sudah bisa menikmati hasilnya. Dengan cara mencontoh sikap keteladanan Ki Hajar Dewantara. Setelah turun dari podium, saya langsung disambut oleh wali kelas Ibu Istining dan teman-teman untuk diajak kembali ke kelas. Semua orang memuji saya termasuk Ibu Istining ‘Bagus Za! Ibu tidak menyangka kamu bisa sebagus ini’ kata Ibu Istining sambil menepuk bahu saya. Sesampainya dikelas, saya diajak berfoto oleh teman-teman. Jadi satu kelas berfoto dengan saya termasuk Ibu Istining. Hari yang istimewa bagi saya, hari itu saya dipuji dan disegani banyak orang. Suatu kebanggan bisa tampil di podium mewakili kelas X8.
Saat saya sedang asik-asiknya merayakan kegembiraan, tiba-tiba saya merasakan sakit diperut. Seolah-olah ada yang menusuk-nusuk diperut saya. Yang tadinya saya gembira, tertawa, tersenyum sekarang saya harus tergeletak kesakitan. Terpaksa saya rebahan diatas meja, sambil sesekali saya menyuap nasi goreng buatan teman saya. Rasa sakit yang tidak mau hilang membuat saya ingin pergi ke rumah sakit. Tidak lucu kalau saya sudah tampil baik kemudian harus ditandu ke rumah sakit memakai jaz hitam cuma karena sakit perut. Alhadulillah rasa sakit diperut mulai hilang, jadi saya bisa makan dengan nyaman. Usut punya usut nih,  ternyata penyebab sakit perut saya adalah terlalu gugup yang terlalu berlebihan ketika dipanggung ditambah perut saya yang kosong karena tidak sarapan pagi lalu membuat perut saya keram. Sehingga bagian tubuh yang paling lemah lah yang akan diserang.
Dua hari setelah acara peringatan Hari Pendidikan, tepatnya hari Senin. Diumumkan pemenang lomba-lomba peringatan Hari Pendidikan. Awalnya saya merasa pesimis karena semua lawan juga sama hebatnya seperti saya, malah ada yang lebih. Tapi Tuhan Maha Adil, tanpa disangka-sangka nama saya dipanggil oleh pembawa acara untuk kedepan, menerima penyerahan piala juara 1 lomba pidato dalamperingatan hari Pendidikan Nasional. Dengan bangganya saya kedepan mengambil piala. Apa yang saya impikan, sekarang terwujudkan. Tuhan mengambulkan doa saya selama ini. Tak pernah terpikirkan bisa menang menjuarai lomba pidato, padahal sebelumnya saya tidak pernah mengikuti kejuaraan pidato sekalipun. Ini sangat jauh dari ekspetasi saya, bisa mengalahkan kakak tingkat saya. Sekarang saya didepan berdiri bersama orang-orang hebat, semua mata tertuju kepada saya, pujian terus menghampiri saya. Cita-cita saya untuk sukses dan eksis kini telah tercapai, semua orang kenal dengan saya. Bangga dikenal orang bukan jadi anak nakal tapi menjadi anak yang berprestasi. Itulah impian saya yang awalnya tidak mungkin menjadi mungkin. Semua itu tidak dapat terwujud tanpa kerja keras, doa orangtua dan saudara  serta dukungan dari guru dan teman-teman saya disekolah. Terimakasih untuk semua yang telah mendukung saya, semoga kebaikan menghampiri kalian semua (Amiin).
Kemudian bebeberapa waktu setelah saya menjuarai lomba pidato. Wali kelas saya Ibu Istining tiba-tiba datang lalu memanggil saya yang sedang belajar di kelas. ‘Za, kamu dipanggil Pak Didit. Katanya kamu mau diikutkan lomba pidato’ kata Ibu Istining sambil tersenyum. ‘Oh iya bu..’ sahut saya. Setelah saya temui Pak Didit, ternyata Pak Didit menyuruh saya untuk ikut lomba pidato mewakili sekolah yang nantinya akan diadu lagi dengan sekolah lain. Dan kalau menang, maka akan dikirim ke Jakarta untuk mewakili Kalimantan Selatan dalam lomba pidato nasional. Tanpa basa basi saya langsung menerima tawaran tersebut. Mau tau kelanjutannya? Apakah saya dapat mewakili Kalimantan Selatan atau tidak tunggu kelanjutannya di episode kedua nanti.