Cukup lama saya
tidak menulis blog. Kali ini saya akan menulis kembali seputar pengalaman
menarik saya beberapa bulan ini. Berbeda dengan kisah-kisah terdahulu, kisah
kali ini lebih menarik dan lebih menginspirasi. Suatu hal yang tidak mungkin
menjadi mungkin terjadi dalam kisah ini. Kisah ini diangkat atas dasar
pengalaman saya sendiri. Jadi dijamin kisah ini menarik dan nyata. Selamat
membaca… :)
Awal kisah dimulai dari keinginan saya
tampil didepan umum. Sejak lama saya menginginkan tampil didepan umum seperti
pemimpin yang berpidato dihadapan protokol. Niat awal saya sekolah di SMA 5
BANJARMASIN yaitu untuk sukses dan eksis. Eksis artinya tampil atau dikenal
orang banyak. Dengan dikenal orang banyak kita mudah untuk bergaul. Di sekolah
saya disediakan banyak ekstrakulikuler diantaranya Voli, Silat, Futsal, Paskib,
KSI, Green School, Karya Ilmiah dan lain-lain. Semua ekstrakulikuler yang ada di
sekolah tidak pernah saya ikuti. Alasan saya hanya satu yaitu tidak ada
kecocokan dengan minat saya yaitu ingin menjadi dokter anak. Tapi anehnya
beberapa teman saya yang mengikuti ekstrakulikuler selalu memenangkan
kejuaraan-kejuaraan, contohnya Paskib.
Di
sekolah saya paskib sangat mendominasi dalam hal kejuaraan dibandingkan
ekstrakulikuler yang lain, karena setiap bulan paling tidak mereka mendapatkan
satu piala kejuaraan, entah itu mewakili sekolah atau daerah. Bangga rasanya
melihat teman memenangkan kejuaraan mewakili sekolah. Tapi saya lebih bangga ketika
saya yang mewakili bukan mereka. Iri rasanya ketika melihat teman-teman
menerima penyerahan piala setiap upacara hari Senin. Ingin nama saya dipanggil
kemudian maju lalu menerima penyerahan piala. Hati kecil saya berbicara ‘Reza, saya tau kamu iri dengan mereka yang
didepan sana, tapi ingat rasa iri kamu akan terus menghantui mu, jika kamu diam
tanpa mau berusaha’. Mulai sejak itu saya bertekad untuk menjadi pribadi
yang baik dan disegani. Saat belajar dikelas saya berusaha untuk aktif, paling
tidak berbicara untuk mengumukakan pendapat atau bertanya. Awalnya saya takut kalau apa yang saya
katakan salah lalu menjadi bahan tertawaan teman-teman. Tapi pada akhirnya saya
berani dan tidak takut lagi, malah biasa ditunjuk teman-teman untuk berbicara
didepan kelas, entah itu berdebat atau presentasi. Salah sedikit atau ada yang
tidak suka sudah jadi makanan saya tiap hari, itu wajar dulu saya juga begitu
tapi sekarang tidak lagi. Karena kalau saya terus membandingkan kelebihan orang
lain dengan kekurangan saya, maka saya tidak akan pernah menemukan kelebihan
pada diri saya sendiri yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Selain
aktif dikelas saya juga sangat aktif dalam tugas kerja kelompok. Biasanya saya
satu kelompok dengan Renaldo dan Syarif. Mereka berdua adalah orang yang memang
kreatif, kerja keras dan mau diajak kerja sama. Oleh karena itu saya senang
apabila satu kelompok dengan mereka berdua, walau terkadang saya jengkel ketika
mereka menertawakan sesuatu yang memang sebenarnya tidak lucu bagi saya. Tapi
sesekali saya juga ikut tertawa, yaa paling tidak untuk menghargai mereka lah.
Dalam tawa kami juga ada seriusnya, tanpa keseriusan keberhasilan tak dapat
kami capai. Salah satu buktinya yaitu
kami mendapat pujian dari guru Bahasa Indonesia yaitu ibu Yuli Hastuti. Beliau
memuji karya kami dalam membuat video wawancara bersama kepala sekolah dengan
tema Dunia Pendidikan. ‘Ibu tidak mengira
kalau hasilnya bisa sebaik ini, ibu saja belum tentu bisa membuat video seperti
ini’ kata beliau sambil mencolek saya. Hasil itu memang tidak mudah kami dapatkan,
setiap selepas pulang sekolah kami berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok. Memang
itu sudah kewajiban seorang pelajar, jadi tidak berhak kita untuk mengeluh atau
memaki-maki guru yang bersangkutan. Disamping kesibukan saya sebagai pelajar,
saya juga sering bermain. Salah satu hobi saya adalah bermain PS. Biasanya saya
bermain bersama Renaldo, Syarif, Muzakir, Irwansyah (Beta). Tapi saya tetap
tidak melupakan cita-cita saya untuk ikut berpartisipasi mewakili sekolah dalam
sebuah kejuaraan. Tapi entah kenapa saya masih belum mendapatkan hasilkannya.
Pernah saya bertanya kepada Tuhan ‘Kapan
saya diberikan rezeki? Padahal saya sudah bekerja keras’
Kira-kira bulan Mei diadakan sebuah acara
peringatan Hari Pendidikan di sekolah saya. Dalam perayaan itu diadakan
beberapa lomba, seperti menghias buah, menghias nasi goreng, melukis tembok dan
pidato. Diantara lomba-lomba yang diselenggarakan saya mengikuti lomba pidato.
Bukan saya yang mendaftarkan diri untuk lomba pidato, tetapi teman-teman saya
lah yang mendaftarkannya. Awalnya saya menolak karena merasa tidak bisa
berpidato. Setelah dipikir-pikir akhirnya saya menerima tawaran tersebut. Sebulan
saya mempersiapkan diri untuk lomba pidato yang diselenggarakan nanti. Mulai
dari materi, mental dan gaya bicara. Setiap hari saya terus berlatih berpidato
didepan cermin, selain berlatih sendiri saya juga menonton pidato orator-orator
hebat di dunia melalui youtube. Waktu semakin dekat, perasaan saya semakin
cemas dan gugup. Sebelum tampil malamnya saya tidak bisa tidur karena ini
pertama kali saya tampil didepan umum.
Sampailah
hari dimana lomba akan dimulai. Sebelumnya saya harus menunggu cukup lama
karena acara lomba pidato dimulai setelah lomba-lomba yang lain. Sambil
menunggu lomba dimulai, sesekali saya kembali membaca teks pidato yang nantinya
saya akan sampaikan. Kata salah satu panitia penyelenggara, ‘Lomba pidato akan dilakukan di tengah
lapangan sekolah’, kebetulan panitianya adalah teman saya namanya Meili.
Saya terkejut karena lomba pidato dilakukan di tengah lapangan, berubah dari
rencana awal yang sebenarnya akan dilakukan di ruang MGMP (aula). Setelah
beberapa lomba selesai, panitia mengungumkan lewat pengeras suara bahwa para
peserta lomba pidato harap berumpul ditengah lapangan. Mendengar pengunguman
tersebut saya bergegas pergi ke kelas untuk berganti baju. Untuk lomba kali ini
saya sudah mempersiapkan pakaian yang spesial untuk dikenakan nanti yaitu
memakai jaz hitam lengkap dengan sepatunya. Setelah berganti pakaian saya
langsung bergegas pergi menuju lapangan. Belum saya ke tengah lapangan, saya
sudah diajak teman-teman untuk berfoto, layaknya seorang artis baru. Tanpa
membuang waktu lagi saya pergi ketengah lapangan. Tiba-tiba saat saya sedang
berjalan menuju lapangan, saya diteriaki cewek-cewek sambil bersiul. Saya
terkejut sambil sesekali melihat sekeliling. Tanpa ragu saya memberikan
senyuman manis tanpa rasa canggung sedikit pun bak seorang artis yang diteriaki
fans-fansnya. Sebelum lomba dimulai kami para peserta lomba diberikan
pengarahan tentang tata cara penilaian pidato. Mulai dari isi, artikulasi, gaya
panggung dll. Jumlah peserta lomba ± 15 orang, setiap orang mewakili kelasnya
masing-masing. Rencananya nanti saya akan berpidato tanpa teks. Sulit memang,
tapi kita tidak pernah tau kalau tidak pernah mencoba.
Setelah semua siap barulah acara dimulai. Peserta pertama
dipanggil oleh pembawa acara. Anehnya peserta pertama tidak mau tampil duluan,
kebetulan ketua osis Kak Rizqon berada disitu jadi Kak Rizqon berusaha membujuk
untuk segera tampil. Mendengar perdebatan itu, saya yang juga ada disebelah
ketua osis bicara sama kak Rizqon ‘Kak,
kalau tidak ada yang mau jadi peserta pertama yang tampil, saya saja yang
menggantikannya’ kata saya dihadapan kak Rizqon dan panitia yang lain. Kak Rizqon tampak terkejut melihat saya
berani menjadi peserta pertama. Akhirnya semua panitia sepakat peserta pertama adalah
saya. Memang dari jauh-jauh hari saya sudah berdoa untuk bisa tampil pertama,
karena rugi kalau tampil terakhir sedangkan saya sudah memakai jaz hitam.
Alhamdulillah ternyata doa saya dikabulkan. Pembawa acara kembali memanggil ‘Mohon maaf ada kesalahan tekhnis, peserta
pertama adalah Muhammad Reza Adhari dari kelas X8’ Mendengar nama saya
dipanggil, dengan
perasaan percaya diri yang tinggi saya berjalan menuju ke podium
sambil membaca doa “Robbish rohli sodri wayasirli amri wahlul
uqdatamilisaani yafqahu qauli..” yang artinya: “Ya Robbi
lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku ya Rabb, dan lepaskanlah kekakuan dalam
lidahku.” Saya
awali pidato denga membaca ‘Bismillahirrohmanirrohim’. Dengan gagahnya saya
berbicara sangat lantang seperti seorang presiden dihadapan protokolnya.
Awalnya saya mengira tidak ada simpati dari penonton. Ternyata penonton yang
awalnya sedikit, tiba-tiba berhamburan keluar kelas sambil bertepuk tangan.
Setiap ada jeda dalam pidato, saya selalu diberi applause oleh penonton.
Penonton begitu banyak, teman saya yang sedang lomba melukis juga ikut
menyaksikan penampilan saya.
Suasana begitu
meriah, sorak-sorai dimana-mana. Tak disangka wali kelas saya juga ikut menonton
beserta seluruh teman-teman saya. Tanggapan dari penonton begitu luar biasa,
sehingga membuat saya semakin bersemangat berpidato waktu itu. Isi pidato yang
saya sampaikan bukan hanya bahasa Indonesia tetapi sedikit ada bahasa inggris.
Diakhir pidato saya tutup dengan kata-kata dari seorang ilmuan fisika bernama Albert Einstein yaitu ‘Learn from
yesterday, live for today, and hope for tomorrow. And the important things is
not to stop questioning’. Semua penonton bertepuk tangan setelah saya mengakhiri pidato itu.
Salah satu isi yang sangat penting dalam pidato saya adalah untuk menghargai
waktu seefisien mungkin, karena masa muda itu hanya sebentar sedangkan kita
ingin hidup dalam usia yang panjang dalam kesukesan. Jadi setidaknya kita harus
membangun masa muda yang hebat agar tua nanti kita sudah bisa menikmati
hasilnya. Dengan cara mencontoh sikap keteladanan Ki Hajar Dewantara. Setelah
turun dari podium, saya langsung disambut oleh wali kelas Ibu Istining dan
teman-teman untuk diajak kembali ke kelas. Semua orang memuji saya termasuk Ibu
Istining ‘Bagus Za! Ibu tidak menyangka kamu bisa sebagus ini’ kata Ibu Istining sambil menepuk bahu saya.
Sesampainya dikelas, saya diajak berfoto oleh teman-teman. Jadi satu kelas
berfoto dengan saya termasuk Ibu Istining. Hari yang istimewa bagi saya, hari
itu saya dipuji dan disegani banyak orang. Suatu kebanggan bisa tampil di
podium mewakili kelas X8.
Saat saya sedang
asik-asiknya merayakan kegembiraan, tiba-tiba saya merasakan sakit diperut.
Seolah-olah ada yang menusuk-nusuk diperut saya. Yang tadinya saya gembira,
tertawa, tersenyum sekarang saya harus tergeletak kesakitan. Terpaksa saya
rebahan diatas meja, sambil sesekali saya menyuap nasi goreng buatan teman saya.
Rasa sakit yang tidak mau hilang membuat saya ingin pergi ke rumah sakit. Tidak
lucu kalau saya sudah tampil baik kemudian harus ditandu ke rumah sakit memakai
jaz hitam cuma karena sakit perut. Alhadulillah rasa sakit diperut mulai
hilang, jadi saya bisa makan dengan nyaman. Usut punya usut nih, ternyata penyebab sakit perut saya adalah
terlalu gugup yang terlalu berlebihan ketika dipanggung ditambah perut saya
yang kosong karena tidak sarapan pagi lalu membuat perut saya keram. Sehingga
bagian tubuh yang paling lemah lah yang akan diserang.
Dua hari setelah
acara peringatan Hari Pendidikan, tepatnya hari Senin. Diumumkan pemenang
lomba-lomba peringatan Hari Pendidikan. Awalnya saya merasa pesimis karena
semua lawan juga sama hebatnya seperti saya, malah ada yang lebih. Tapi Tuhan
Maha Adil, tanpa disangka-sangka nama saya dipanggil oleh pembawa acara untuk
kedepan, menerima penyerahan piala juara 1 lomba pidato dalamperingatan hari
Pendidikan Nasional. Dengan bangganya saya kedepan mengambil piala. Apa yang
saya impikan, sekarang terwujudkan. Tuhan mengambulkan doa saya selama ini. Tak
pernah terpikirkan bisa menang menjuarai lomba pidato, padahal sebelumnya saya
tidak pernah mengikuti kejuaraan pidato sekalipun. Ini sangat jauh dari
ekspetasi saya, bisa mengalahkan kakak tingkat saya. Sekarang saya didepan
berdiri bersama orang-orang hebat, semua mata tertuju kepada saya, pujian terus
menghampiri saya. Cita-cita saya untuk sukses dan eksis kini telah tercapai,
semua orang kenal dengan saya. Bangga dikenal orang bukan jadi anak nakal tapi
menjadi anak yang berprestasi. Itulah impian saya yang awalnya tidak mungkin
menjadi mungkin. Semua itu tidak dapat terwujud tanpa kerja keras, doa orangtua
dan saudara serta dukungan dari guru dan
teman-teman saya disekolah. Terimakasih untuk semua yang telah mendukung saya,
semoga kebaikan menghampiri kalian semua (Amiin).
Kemudian bebeberapa
waktu setelah saya menjuarai lomba pidato. Wali kelas saya Ibu Istining
tiba-tiba datang lalu memanggil saya yang sedang belajar di kelas. ‘Za, kamu
dipanggil Pak Didit. Katanya
kamu mau diikutkan lomba pidato’ kata Ibu Istining sambil tersenyum. ‘Oh iya
bu..’ sahut saya.
Setelah saya temui Pak Didit, ternyata Pak Didit menyuruh saya untuk ikut lomba
pidato mewakili sekolah yang nantinya akan diadu lagi dengan sekolah lain. Dan
kalau menang, maka akan dikirim ke Jakarta untuk mewakili Kalimantan Selatan
dalam lomba pidato nasional. Tanpa basa basi saya langsung menerima tawaran
tersebut. Mau tau kelanjutannya? Apakah saya dapat mewakili Kalimantan Selatan
atau tidak tunggu kelanjutannya di episode kedua nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar