Sabtu, 14 Juni 2014

JATUH BERSAMA BINTANG-BINTANG YANG BERSINAR (Eps 1)


Cukup lama saya tidak menulis blog. Kali ini saya akan menulis kembali seputar pengalaman menarik saya beberapa bulan ini. Berbeda dengan kisah-kisah terdahulu, kisah kali ini lebih menarik dan lebih menginspirasi. Suatu hal yang tidak mungkin menjadi mungkin terjadi dalam kisah ini. Kisah ini diangkat atas dasar pengalaman saya sendiri. Jadi dijamin kisah ini menarik dan nyata. Selamat membaca… :)
          Awal kisah dimulai dari keinginan saya tampil didepan umum. Sejak lama saya menginginkan tampil didepan umum seperti pemimpin yang berpidato dihadapan protokol. Niat awal saya sekolah di SMA 5 BANJARMASIN yaitu untuk sukses dan eksis. Eksis artinya tampil atau dikenal orang banyak. Dengan dikenal orang banyak kita mudah untuk bergaul. Di sekolah saya disediakan banyak ekstrakulikuler diantaranya Voli, Silat, Futsal, Paskib, KSI, Green School, Karya Ilmiah dan lain-lain. Semua ekstrakulikuler yang ada di sekolah tidak pernah saya ikuti. Alasan saya hanya satu yaitu tidak ada kecocokan dengan minat saya yaitu ingin menjadi dokter anak. Tapi anehnya beberapa teman saya yang mengikuti ekstrakulikuler selalu memenangkan kejuaraan-kejuaraan, contohnya Paskib.
Di sekolah saya paskib sangat mendominasi dalam hal kejuaraan dibandingkan ekstrakulikuler yang lain, karena setiap bulan paling tidak mereka mendapatkan satu piala kejuaraan, entah itu mewakili sekolah atau daerah. Bangga rasanya melihat teman memenangkan kejuaraan mewakili sekolah. Tapi saya lebih bangga ketika saya yang mewakili bukan mereka. Iri rasanya ketika melihat teman-teman menerima penyerahan piala setiap upacara hari Senin. Ingin nama saya dipanggil kemudian maju lalu menerima penyerahan piala. Hati kecil saya berbicara ‘Reza, saya tau kamu iri dengan mereka yang didepan sana, tapi ingat rasa iri kamu akan terus menghantui mu, jika kamu diam tanpa mau berusaha’. Mulai sejak itu saya bertekad untuk menjadi pribadi yang baik dan disegani. Saat belajar dikelas saya berusaha untuk aktif, paling tidak berbicara untuk mengumukakan pendapat atau bertanya.  Awalnya saya takut kalau apa yang saya katakan salah lalu menjadi bahan tertawaan teman-teman. Tapi pada akhirnya saya berani dan tidak takut lagi, malah biasa ditunjuk teman-teman untuk berbicara didepan kelas, entah itu berdebat atau presentasi. Salah sedikit atau ada yang tidak suka sudah jadi makanan saya tiap hari, itu wajar dulu saya juga begitu tapi sekarang tidak lagi. Karena kalau saya terus membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan saya, maka saya tidak akan pernah menemukan kelebihan pada diri saya sendiri yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Selain aktif dikelas saya juga sangat aktif dalam tugas kerja kelompok. Biasanya saya satu kelompok dengan Renaldo dan Syarif. Mereka berdua adalah orang yang memang kreatif, kerja keras dan mau diajak kerja sama. Oleh karena itu saya senang apabila satu kelompok dengan mereka berdua, walau terkadang saya jengkel ketika mereka menertawakan sesuatu yang memang sebenarnya tidak lucu bagi saya. Tapi sesekali saya juga ikut tertawa, yaa paling tidak untuk menghargai mereka lah. Dalam tawa kami juga ada seriusnya, tanpa keseriusan keberhasilan tak dapat kami capai.  Salah satu buktinya yaitu kami mendapat pujian dari guru Bahasa Indonesia yaitu ibu Yuli Hastuti. Beliau memuji karya kami dalam membuat video wawancara bersama kepala sekolah dengan tema Dunia Pendidikan. ‘Ibu tidak mengira kalau hasilnya bisa sebaik ini, ibu saja belum tentu bisa membuat video seperti ini’ kata beliau sambil mencolek saya. Hasil itu memang tidak mudah kami dapatkan, setiap selepas pulang sekolah kami berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok. Memang itu sudah kewajiban seorang pelajar, jadi tidak berhak kita untuk mengeluh atau memaki-maki guru yang bersangkutan. Disamping kesibukan saya sebagai pelajar, saya juga sering bermain. Salah satu hobi saya adalah bermain PS. Biasanya saya bermain bersama Renaldo, Syarif, Muzakir, Irwansyah (Beta). Tapi saya tetap tidak melupakan cita-cita saya untuk ikut berpartisipasi mewakili sekolah dalam sebuah kejuaraan. Tapi entah kenapa saya masih belum mendapatkan hasilkannya. Pernah saya bertanya kepada Tuhan ‘Kapan saya diberikan rezeki? Padahal saya sudah bekerja keras’
          Kira-kira bulan Mei diadakan sebuah acara peringatan Hari Pendidikan di sekolah saya. Dalam perayaan itu diadakan beberapa lomba, seperti menghias buah, menghias nasi goreng, melukis tembok dan pidato. Diantara lomba-lomba yang diselenggarakan saya mengikuti lomba pidato. Bukan saya yang mendaftarkan diri untuk lomba pidato, tetapi teman-teman saya lah yang mendaftarkannya. Awalnya saya menolak karena merasa tidak bisa berpidato. Setelah dipikir-pikir akhirnya saya menerima tawaran tersebut. Sebulan saya mempersiapkan diri untuk lomba pidato yang diselenggarakan nanti. Mulai dari materi, mental dan gaya bicara. Setiap hari saya terus berlatih berpidato didepan cermin, selain berlatih sendiri saya juga menonton pidato orator-orator hebat di dunia melalui youtube. Waktu semakin dekat, perasaan saya semakin cemas dan gugup. Sebelum tampil malamnya saya tidak bisa tidur karena ini pertama kali saya tampil didepan umum.
Sampailah hari dimana lomba akan dimulai. Sebelumnya saya harus menunggu cukup lama karena acara lomba pidato dimulai setelah lomba-lomba yang lain. Sambil menunggu lomba dimulai, sesekali saya kembali membaca teks pidato yang nantinya saya akan sampaikan. Kata salah satu panitia penyelenggara, ‘Lomba pidato akan dilakukan di tengah lapangan sekolah’, kebetulan panitianya adalah teman saya namanya Meili. Saya terkejut karena lomba pidato dilakukan di tengah lapangan, berubah dari rencana awal yang sebenarnya akan dilakukan di ruang MGMP (aula). Setelah beberapa lomba selesai, panitia mengungumkan lewat pengeras suara bahwa para peserta lomba pidato harap berumpul ditengah lapangan. Mendengar pengunguman tersebut saya bergegas pergi ke kelas untuk berganti baju. Untuk lomba kali ini saya sudah mempersiapkan pakaian yang spesial untuk dikenakan nanti yaitu memakai jaz hitam lengkap dengan sepatunya. Setelah berganti pakaian saya langsung bergegas pergi menuju lapangan. Belum saya ke tengah lapangan, saya sudah diajak teman-teman untuk berfoto, layaknya seorang artis baru. Tanpa membuang waktu lagi saya pergi ketengah lapangan. Tiba-tiba saat saya sedang berjalan menuju lapangan, saya diteriaki cewek-cewek sambil bersiul. Saya terkejut sambil sesekali melihat sekeliling. Tanpa ragu saya memberikan senyuman manis tanpa rasa canggung sedikit pun bak seorang artis yang diteriaki fans-fansnya. Sebelum lomba dimulai kami para peserta lomba diberikan pengarahan tentang tata cara penilaian pidato. Mulai dari isi, artikulasi, gaya panggung dll. Jumlah peserta lomba ± 15 orang, setiap orang mewakili kelasnya masing-masing. Rencananya nanti saya akan berpidato tanpa teks. Sulit memang, tapi kita tidak pernah tau kalau tidak pernah mencoba.
Setelah semua siap barulah acara dimulai. Peserta pertama dipanggil oleh pembawa acara. Anehnya peserta pertama tidak mau tampil duluan, kebetulan ketua osis Kak Rizqon berada disitu jadi Kak Rizqon berusaha membujuk untuk segera tampil. Mendengar perdebatan itu, saya yang juga ada disebelah ketua osis bicara sama kak Rizqon ‘Kak, kalau tidak ada yang mau jadi peserta pertama yang tampil, saya saja yang menggantikannya’ kata saya dihadapan kak Rizqon dan panitia yang lain. Kak Rizqon tampak terkejut melihat saya berani menjadi peserta pertama. Akhirnya semua panitia sepakat peserta pertama adalah saya. Memang dari jauh-jauh hari saya sudah berdoa untuk bisa tampil pertama, karena rugi kalau tampil terakhir sedangkan saya sudah memakai jaz hitam. Alhamdulillah ternyata doa saya dikabulkan. Pembawa acara kembali memanggil ‘Mohon maaf ada kesalahan tekhnis, peserta pertama adalah Muhammad Reza Adhari dari kelas X8’ Mendengar nama saya dipanggil, dengan perasaan percaya diri yang tinggi saya berjalan menuju ke podium sambil membaca doa “Robbish rohli sodri wayasirli amri wahlul uqdatamilisaani yafqahu qauli..” yang artinya: Ya Robbi lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku ya Rabb, dan lepaskanlah kekakuan dalam lidahku.” Saya awali pidato denga membaca ‘Bismillahirrohmanirrohim’. Dengan gagahnya saya berbicara sangat lantang seperti seorang presiden dihadapan protokolnya. Awalnya saya mengira tidak ada simpati dari penonton. Ternyata penonton yang awalnya sedikit, tiba-tiba berhamburan keluar kelas sambil bertepuk tangan. Setiap ada jeda dalam pidato, saya selalu diberi applause oleh penonton. Penonton begitu banyak, teman saya yang sedang lomba melukis juga ikut menyaksikan penampilan saya.
Suasana begitu meriah, sorak-sorai dimana-mana. Tak disangka wali kelas saya juga ikut menonton beserta seluruh teman-teman saya. Tanggapan dari penonton begitu luar biasa, sehingga membuat saya semakin bersemangat berpidato waktu itu. Isi pidato yang saya sampaikan bukan hanya bahasa Indonesia tetapi sedikit ada bahasa inggris. Diakhir pidato saya tutup dengan kata-kata dari seorang ilmuan fisika bernama Albert Einstein yaitu ‘Learn from yesterday, live for today, and hope for tomorrow. And the important things is not to stop questioning’. Semua penonton bertepuk tangan setelah saya mengakhiri pidato itu. Salah satu isi yang sangat penting dalam pidato saya adalah untuk menghargai waktu seefisien mungkin, karena masa muda itu hanya sebentar sedangkan kita ingin hidup dalam usia yang panjang dalam kesukesan. Jadi setidaknya kita harus membangun masa muda yang hebat agar tua nanti kita sudah bisa menikmati hasilnya. Dengan cara mencontoh sikap keteladanan Ki Hajar Dewantara. Setelah turun dari podium, saya langsung disambut oleh wali kelas Ibu Istining dan teman-teman untuk diajak kembali ke kelas. Semua orang memuji saya termasuk Ibu Istining ‘Bagus Za! Ibu tidak menyangka kamu bisa sebagus ini’ kata Ibu Istining sambil menepuk bahu saya. Sesampainya dikelas, saya diajak berfoto oleh teman-teman. Jadi satu kelas berfoto dengan saya termasuk Ibu Istining. Hari yang istimewa bagi saya, hari itu saya dipuji dan disegani banyak orang. Suatu kebanggan bisa tampil di podium mewakili kelas X8.
Saat saya sedang asik-asiknya merayakan kegembiraan, tiba-tiba saya merasakan sakit diperut. Seolah-olah ada yang menusuk-nusuk diperut saya. Yang tadinya saya gembira, tertawa, tersenyum sekarang saya harus tergeletak kesakitan. Terpaksa saya rebahan diatas meja, sambil sesekali saya menyuap nasi goreng buatan teman saya. Rasa sakit yang tidak mau hilang membuat saya ingin pergi ke rumah sakit. Tidak lucu kalau saya sudah tampil baik kemudian harus ditandu ke rumah sakit memakai jaz hitam cuma karena sakit perut. Alhadulillah rasa sakit diperut mulai hilang, jadi saya bisa makan dengan nyaman. Usut punya usut nih,  ternyata penyebab sakit perut saya adalah terlalu gugup yang terlalu berlebihan ketika dipanggung ditambah perut saya yang kosong karena tidak sarapan pagi lalu membuat perut saya keram. Sehingga bagian tubuh yang paling lemah lah yang akan diserang.
Dua hari setelah acara peringatan Hari Pendidikan, tepatnya hari Senin. Diumumkan pemenang lomba-lomba peringatan Hari Pendidikan. Awalnya saya merasa pesimis karena semua lawan juga sama hebatnya seperti saya, malah ada yang lebih. Tapi Tuhan Maha Adil, tanpa disangka-sangka nama saya dipanggil oleh pembawa acara untuk kedepan, menerima penyerahan piala juara 1 lomba pidato dalamperingatan hari Pendidikan Nasional. Dengan bangganya saya kedepan mengambil piala. Apa yang saya impikan, sekarang terwujudkan. Tuhan mengambulkan doa saya selama ini. Tak pernah terpikirkan bisa menang menjuarai lomba pidato, padahal sebelumnya saya tidak pernah mengikuti kejuaraan pidato sekalipun. Ini sangat jauh dari ekspetasi saya, bisa mengalahkan kakak tingkat saya. Sekarang saya didepan berdiri bersama orang-orang hebat, semua mata tertuju kepada saya, pujian terus menghampiri saya. Cita-cita saya untuk sukses dan eksis kini telah tercapai, semua orang kenal dengan saya. Bangga dikenal orang bukan jadi anak nakal tapi menjadi anak yang berprestasi. Itulah impian saya yang awalnya tidak mungkin menjadi mungkin. Semua itu tidak dapat terwujud tanpa kerja keras, doa orangtua dan saudara  serta dukungan dari guru dan teman-teman saya disekolah. Terimakasih untuk semua yang telah mendukung saya, semoga kebaikan menghampiri kalian semua (Amiin).
Kemudian bebeberapa waktu setelah saya menjuarai lomba pidato. Wali kelas saya Ibu Istining tiba-tiba datang lalu memanggil saya yang sedang belajar di kelas. ‘Za, kamu dipanggil Pak Didit. Katanya kamu mau diikutkan lomba pidato’ kata Ibu Istining sambil tersenyum. ‘Oh iya bu..’ sahut saya. Setelah saya temui Pak Didit, ternyata Pak Didit menyuruh saya untuk ikut lomba pidato mewakili sekolah yang nantinya akan diadu lagi dengan sekolah lain. Dan kalau menang, maka akan dikirim ke Jakarta untuk mewakili Kalimantan Selatan dalam lomba pidato nasional. Tanpa basa basi saya langsung menerima tawaran tersebut. Mau tau kelanjutannya? Apakah saya dapat mewakili Kalimantan Selatan atau tidak tunggu kelanjutannya di episode kedua nanti.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar